Cari Blog Ini

Selasa, 20 Desember 2011

EKOLOGI HUTAN RAWA GAMBUT

A. Definisi Rawa Gambut
Ekositem rawa gambut merupakan sebuah ekosistem yang unik yang lapisannya tersusun dari timbunan bahan organik mati yang terawetkan sejak ribuan tahun lalu, dan permukaan atasnya hidup berbagai jenis tumbuahan dan satwa liar. Jika bahan organik di bawahnya dan kehidupan diatasnya musnah, maka ekosistem ini tak dapat pulih kembali.

B. Mengenal Lahan Rawa
Lahan Rawa adalah lahan darat yang tergenang secara periodik atau terus menerus secara alami dalam waktu lama karena drainase (sistem pengairan air) terhambat. Meskipun dalam keadaan tergenang lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan. Lahan ini dapat dibedakan dari danau/tasik, karena danau tergenang sepanjang tahun, genangannya lebih dalam dan tidak ditumbuhi oleh tanaman kecuali tumbuhan air. Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh pasangnya air laut, genangan air hujan, atau lupan air sungai. Berdasaran penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak (rawa non pasang surut) dan rawak lebak peralihan.
1. Rawa pasang surut
Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasng kecil, terjadi secara harian (1-2 kalisehari).
2. Rawa lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air sungai dan atau air hujan di daerah cekungan pedalaman. Genangannya umumnya terjadi pada musim hujan dan menyusut pada musim kemarau.
3. Rawa lebak peralihan
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran primer atau di sungai. Pada lahan sperti ini, endapan laut dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80 - 120 cm dibawah permukaan tanah. Berdasarkan Jenis Tanah, terdapat dua jenis tanah yaitu tanah mineral (Tanah aluvial dan gleihumus) dan tanah gambut (peat soils). Tanah mineral yang dijumpai di wilayah pasang surut umumnya terbentuk dari bahan endapan marin/laut karena proses pengendapan yang dipengaruhi oleh air laut. Pada wilayah agak ke pedalaman dimana pengaruh arus sungai cenderung kuat, tanah bagian atas terbentuk dari endapan sungai dan pada kedalaman tertentu terdapat bahan sulfidik (pirit).

C. Lahan Rawa Potensial dan Sulfat Masam
Lahan rawa yang tidak memiliki lapisan tanah gambut dan tidak memiliki lapisan pirit atau memiliki lapisan pirit pada kedalaman lebih dari 50 cm disebut sebagai lahan rawa potensial. Lahan ini merupakan rawa paling subur dan potensial untuk pertanian. Lahan ini didominasi oleh tanah aluvial hasil pengendapan oleh air hujan, air sungai, dan air laut.
Lahan rawa yang tidak memiliki lapisan tanah gambut dan tidak memiliki lapisan pirit atau memiliki lapisan pirit pada kedalaman kurang dari 50 cm disebut lahan aluvial bersulfida dangkal atau lahan sulfat masam potensial. Apabila lahan aluvial bersulfida memiliki lapisan gambut dengan ketebalan kurang kurang dari 50 cm disebut lahan aluvial bersulfida gambut. Lahan yang lapisan piritnya sudah teroksidasi disebut lahan bersulfat atau lahan sulfat masam aktual. Lahan ini tidak direkomendasikan untuk budi daya dan pertanian.

D. Kedalaman Lahan Gambut
- Lahan gambut dangkal, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 50-100 cm;
- Lahan gambut sedang, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 100-200 cm;
- Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 200-300 cm;
- Lahan gambut sangat dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut lebih dari 300 cm.

E. Sekilas Tentang Pirit
Tanah di daerah pantai terbentuk dari pengendapan dalam suasana payau dan asin. Tanah tersebut umumnya mengandung bahan sulfidik (FeS2) yang sering disebut pirit. Lapisan tanah yang mengandung pirit lebih dari 0,75% disebut lapisan pirit. Lapisan pirit ditandai; lahan dipenuhi tumbuhan purun tikus, di tanggul saluran terdapat bongkah tanah berwarna kuning jerami, pada saluran drainase terdapat air yang mengandung karat besi berwarna kuning kemerahan.

F. Sifat-sifat Tanah Rawa Gambut
1. Tingkat kematangan
Fibrik, yaitu gambut dengan tingkat pelapukan awal (masih muda) dan lebih dari ¾ bagian volumenya berupa serat segar (kasar); Hemik, yaitu gambut yang mempunyai tingkat pelapukan sedang (setengah matang), sebahagian bahan telah mengalami pelapukan dan sebahagian lagi berupa serat. Saprik, yaitu gambut yang tingkat pelapukannya sudah lanjut (matang).
2. Warna
Meskipun bahan asal gambut berwarna kelabu, coklat, atau kemerahan tetapi setelah dekomposisi warna gambut menjadi lebih gelap, yang pada umumnya berwarna coklat hingga kehitaman. Warna gambut menjadi salah satu tingkat kematang gambut. Semakin matang, gambut semakin berwarna gelap, dan dalam keadaan basah warna gambut biasanya semakin gelap.
3. Kapasitas Menahan Air
Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga menpunyai daya menyerap air sangat besar hingga 850% dari berat keringnya (Suhardjo dan Dreissen, 1975). Oleh sebab itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat air (reservoir) yang dapat menahan banjir saat musim hujan dan melepaskan air saat musim kemarau sehingga intrusi air laut saat kemarau dapat dicegahnya.
4. Kering Tak Balik (Hydrophobia Irreversible)
Lahan gambut yang telah dibuka dan telah didrainase dengan membuat kanal atau parit, kandungan airnya menurun secara berlebihan. Penurunan air permukaan akan menyebabkan lahan gambut menjadi kekeringan. Gambut mempunyai sifat kering tak balik. Artinya, gambut yang sudah mengalami kekeringan yang ekstrim , akan sulit menyerap air kembali.
5. Daya Hantar Hidrolik
Gambut memiliki daya hantara hidrolik (penyaluran air) secara horizontal (mendatar) yang cepat sehingga memacu percepatan pencucian unsur-unsur hara ke saluran drainase. Sebaliknya, gamut memiliki daya hidrolik vertikal (keatas) yang sangat lambat. Akibatnya, lapisan atas gambut sering mengalami kekeringan, meskipun lapisan bawahnya basah.
6. Daya Tumpu
Gambut memiliki tumpu atau daya dukung yang rendah karena mempunyai ruang pori yang besar sehingga kerapatan tanahnya rendah dan bobotnya ringan. Sebagai akibatnya, pohon yang tumbuh diatasnya menjadi mudah rebah.
7. Penurunan Permukaan Tanah (Subsidence)
Setelah dilakukan reklamasi atau drainase , gambut berangsur akan kempis dan mengalami subsidence atau amblas, kondisi ini disebabkan oleh proses pematangan gambut dan berkurangnya kandungan air. Semakin tebal gambut, penurunan tersebut semakin cepat dan berlangsungnya semakin lama. Rata-rata kecepatan penurunan adalah 0,3 - 0,8 cm/bulan, dan terjadi selama 3-7 tahun setelah drainase.
8. Mudah Terbakar
Lahan gambut cenderung mudah terbakar, karena kandungan bahan organik yang tinggi dan memiliki sifat kering tak balik, porositas tinggi, dan daya hantar hidrolik vertikal yang rendah. Kebakaran di gambut sangat sulit untuk dipadamkan karena dapat menembus dibawah permukaan tanah.

G. Fisografi Lahan Gambut
Lahan gambut di Indonesia pada umumnya membentuk kubah gambut (peat dome). Pada bagian pinggiran kubah, didominasi oleh oleh tumbuhan kayu yang masih memperoleh pasokan hara dari air tanah dan sungai sehingga banyak jenisnya dan umumnya berdiameter besar. Hutan seperti itu, disebut hutan rawa campuran (mixed swamp forest).
Menuju ke bagian tengah, letak air tanah sudah terlalu dalam sehingga perakaran tumbuhan kayu hutan tidak mampu mencapainya. Akibatnya vegetasi hutan hanya memperoleh hara dari air hujan. Vegetasi mengalami perubahan, jenis-jenis kayu hutan semakin sedikit, relatif kurus dan rata-rata berdiameter kecil. Vegetasi hutan seperti itu disebut hutan padang. Gambut tebal yang terbentuk, umumnya bersifat masam dan miskin hara sehingga memiliki kesuburan alami yang rendah sampai sangat rendah. Perubahan dari wilayah pinggiran gambut yang relatif kaya hara menjadi wilayah gambut embrogen yang miskin, diperkirakan terjadi pada kedalaman gambut antara 200-300 cm (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976).

H. Kesuburan Rawa Gambut
Kesuburan gambut dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu Eutropik (subur), Mesotropik (sedang), dan Oligotopik (tidak subur). Secara umum gambut tapogen yang dangkal dan dipengaruhi air tanah dan sungai umumnya tergolong gambut mesotropik sampai eutropik sehingga mempunyai potensi kesuburan alami yang lebih baik dari pada gambut ombrogen (kesuburan hanya dipengaruhi oleh air hujan) yang sebagian besar oligotropik.
I. Faktor Yang Mempengaruhi Kesuburan Rawa Gambut
Tingkat kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu ketebalan gambut, bahan asal, kualitas air, kematangan gambut dan kondisi tanah dibawah gambut. Secara umum, gambut yang berasal dari tumbuhan berbatang lunak lebih subur dari pada gambut yang berasal dari tumbuhan yang berkayu. Gambut yang lebih matang lebih subur dari pada gambut yang belum matang. Gambut yang mendapat luapan air sungai atau payau lebih subur dari pada gambut yang hanya memperoleh luapan atau curahan air hujan. Gambut yang terbentuk diatas lapisan liat/lumpur lebih subur dari pada gambut yang terdapat diatas pasir. Gambut dangkal lebih subur daripada gambut dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar