Cari Blog Ini

Jumat, 23 Desember 2011

Tahap Proses Metamorfosis Kupu-kupu

Metamorfosis adalah suatu proses perkembangan biologi pada hewan yang melibatkan perubahan penampilan fisik dan/atau struktur setelah kelahiran atau penetasan. Perubahan fisik itu terjadi akibat pertumbuhan sel dan differensiasi sel yang secara radikal berbeda.

Proses metamorfosis kupu-kupu cukup panjang dan lama namum sederhana. Pertama-tama mulai dari telur yang di letakkan oleh kupu-kupu pada daun (biasanya daun pohon jeruk atau dapat juga pohon yang lain) yang bertujuan nantinya daun tersebut bisa menjadi bahan makanan ulat tersebut hingga mencapai dewasa setelah tiba waktunya menjadi pupa/ kepompong dan dalam beberapa hari akan menjadi kupu-kupu baru.

TELUR

Telur akan menetas antara 3 – 5 hari, larva akan berjalan ke pinggir daun tumbuhan inang dan memulai memakannya. Sebagian larva mengkonsumsi cangkang telur yang kosong sebagai makanan pertamanya Kulit luar dari larva tidak meregang mengikuti pertumbuhannya, tetapi ketika menjadi sangat ketat larva akan berganti kulit.

LARVA (ULAT)

Setelah menetas larva akan mencari makan Sebagian larva mengkonsumsi cangkang telur yang kosong sebagai makanan pertamanya. Kulit luar dari larva tidak meregang mengikuti pertumbuhannya, tetapi ketika menjadi sangat ketat larva akan berganti kulit.

Jumlah pergantian kulit selama hidup larva umumnya 4 – 6 kali, dan periode antara pergantian kulit (molting) disebut instar.

Larva kupu-kupu bervariasi dalam bentuk, tetapi pada sebagian besar berbentuk silindris, dan terkadang memepunyai rambut, duri, tuberkel atau filamen.

Ketika larva mencapai pertumbuhan maksimal, larva akan berhenti makan, berjalan mencari tempat berlindung terdekat, melekatkan diri pada ranting atau daun dengan anyaman benang. Larva telah memasuki fase prepupa dan melepaskan kulit terakhir kali untuk membentuk pupa.

Pupa ( kepompong)

Fase pupa kalau dilihat dari luar seperti periode istirahat, padahal di dalam pupa terjadi proses pembentukan serangga yang sempurna. Pupa pada umumnya keras, halus dan berupa suatu struktur tanpa anggota tubuh. Pada umumnya pupa berwarna hijau, coklat atau warna sesuai dengan sekitarnya. (berkamuflase) . Pembentukan kupu-kupu di dalam pupa biasanya berlangsung selama 7 – 20 hari tergantung spesiesnya

Kupu-kupu

Setelah keluar dari pupa, kupu-kupu akan merangkak ke atas sehingga sayapnya yang lemah, kusut dan agak basah dapat menggantung ke bawah dan mengembang secara normal. Segera setelah sayap mengering,mengembang dan kuat, sayap akan membuka dan menutup beberapa kali dan percobaan terbang.

Fase imago atau kupu-kupu adalah fase dewasa

PERILAKU KUPU-KUPU:

Kupu-kupu merupakan serangga yang melakukan aktivitas pada siang hari, pada malam hari kupu-kupu akan istirahat dan terlindungan daun pepohonan.

siang kupu-kupu makin aktif terbang dan melakukan aktivitas mencari makan dan berproduksi. Kegiatan mencari makan dilakukan sendiri-sendiri tetapi sering tampak kupu-kupu jantan dan batina terbang berpasangan dan pada saatnya akan melakukan kopulasi.

Selanjutnya induk kupu-kupu akan meletakkan telurnya pada tumbuhan inangnya. kupu-kupu yang rentang sayapnya kecil akan terbamg rendah antara 10 cm- 2 m. Sedangkan kupu-kupu yang rentang sayap lebih besar terbang lebih tinggi sampai ± 10 m. Pada kegiatan mencari makan, kupu-kupu akan hinggap pada bunga-bunga dan menjulurkan probosisnya.

Rabu, 21 Desember 2011

November, Data Terbaru Populasi Harimau Sumatra Diumumkan Senin, 31 Oktober 2011 17:38 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU - Sembilan lembaga yang melakukan survei pola distribusi Harimau Sumatera (Panthera tigris Sumatrae) segera mempublikasikan hasil survei yang sekaligus menjadi literatur terbaru tentang perkirakaan populasi harimau di Pulau Sumatera.

"Tim akan merilis hasil penelitian ini pada pekan kedua November 2011 dan akan menjadi literatur terbaru tentang data populasi Harimau Sumatra," kata Ketua Forum HarimauKita Hariyo Tabah Wibisono di Bengkulu, Senin (31/10).

Ia mengatakan, data yang menyebutkan populasi Harimau Sumatera sebanyak 400 ekor adalah hasil penelitian Tilson pada 1992 yang melakukan survei di lima taman nasional dan dua kawasan hutan lindung.

Lima kawasan taman nasional dan dua kawasan lindung atau hanya 16 persen dari total luas habitat Harimau Sumatra, menurut dia, tidak dapat dijadikan rujukan untuk menyimpulkan populasi satwa terancam punah itu.

Namun, survei serentak pada 2007 hingga 2009 oleh sembilan lembaga di 38 petakan yang mewakili 60 persen habitat harimau di Pulau Sumatra akan menghasilkan data baru tentang populasi satwa dilindung itu. Rencananya hasil survei itu akan dirilis dalam jurnal ilmiah internasional.

Sembilan lembaga yakni Wildlife Conservation Society (WCS), World Wildlife Fund (WWF), Flora and Fauna International (FFI), Zoological Society of London (ZSL), Yayasan Badak, Yayasan Leuser, Yayasan Pelestari dan Konservasi Harimau Sumatra (PKHS), Kent University dan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan.

"Bentang alam yang disurvei secara menyeluruh seluas 140 ribu kilometer persegi, meliputi semua habitat utama di Pulau Sumatera, mulai dari Leuser hingga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan," tambahnya.

Hasil penelitian dengan menggunakan metode jejak sebagai tanda keberadaan harimau itu akan menjadi literatur baru dalam berbagai versi populasi harimau Sumatera.

Selain metode jejak, tim yang melakukan survei juga meneliti urine dan cakaran harimau di 27 bentang alam yang disurvei, setelah sebelumnya mendapat foto dari hasil kamera trap.

"Khusus di 27 petakan memang sudah dilakukan survei awal seperti foto hasil kamera trap, jejak, adanya konflik, juga dari informasi masyarakat sekitar hutan," ujarnya.

Habitat Harimau

Hariyo mengatakan habitat Harimau Sumatra terbagi dalam dua wilayah yakni kawasan inti dan kawasan bentang alam. Penelitian di kawasan inti kata dia dengan memasang kamera trap bertujuan mendeteksi perubahan dinamika populasi.

Survei ini kata dia, idealnya dilakukan setiap tiga tahun, sebab harimau membutuhkan waktu antara dua hingga tiga tahun dalam sistim reproduksi hingga mandiri. "Sedangkan metode jejak untuk mengetahui sebaran harimau sebaiknya diulang setiap lima tahun sehingga data tetap relevan," tambahnya.

Ia menambahkan, secara umum survei tersebut juga meneliti faktor-faktor utama yang mempengaruhi pola sebaran harimau sehingga menjadi panduan dalam penanganan ancaman terhadap habitat harimau yang sebagian besar terganggu akibat perambahan.

Perubahan fungsi hutan, baik secara legal maupun ilegal menurutnya menjadi ancaman utama terhadap eksistensi Harimau Sumatera.

"Fragmentasi kawasan membuat habitatnya terganggu dan konflik semakin tinggi, ancaman perburuan juga semakin meningkat. Kami juga akan membuat rekomendasi tentang langkah-langkah penanganan dalam penyelamatan Harimau Sumatera," ujarnya.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Antara

STMIK AMIKOM

Makalah Zoologi Invertebrata/ Fillum Platyhelminthes

BAB I
PENDAHULUAN
Platyhelminthes adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih. Platyhelminthes memiliki tubuh, lunak, dan epidermis bersilia. Cacing pipih merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Hidup biasanya di air tawar, air laut, dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk menempel. Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Platyhelminthes terbagi dalam 3 kelas, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda dan kelas Cestoda. Untuk lebih mengetahui lebih jauh mengenai hewan-hewan dalam kelas ini, maka akan di bahas dalam bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
Platyhelminthes (cacing pipih) dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria (cacing berambut getar), Trematoda (cacing isap), dan Cestoda (cacing pita). Berikut akan dijelaskan satu-persatu.

A. KELAS TURBELLARIA
Hewan dari kelas Turbellaria memiliki tubuh bentuk tongkat atau bentuk rabdit (Yunani : rabdit = tongkat). Hewan ini biasanya hidup di air tawar yang jernih, air laut atau tempat lembab dan jarang sebagai parasit. Tubuh memiliki dua mata dan tanpa alat hisap.
Hewan ini mempunyai kemampuan yang besar untuk beregenerasi dengan cara memotong tubuhnya. Contoh Turbellaria antara lain Planaria dengan ukuran tubuh kira-kira 0,5 – 1,0 cm yang mempunyai panjang tubuh sampai 60 cm dan hanya keluar di malam hari.
Permukaan tubuh Planaria bersilia dan kira-kira di tengah mulut terdapat proboscis (tenggorok yang dapat ditonjolkan keluar) seperti pada gambar berikut.
Gambar. Proboscis pada Planaria Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Contoh Platyhelmintes adalah Planaria. Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, usus (intestine) yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang lagi ke bagian samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga buangan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut. Perhatikan gambar susunan saluran pencernaan Planaria berikut ini.
Gambar. Susunan saluran pencernaan Planaria Sistem ekskresi pada cacing pipih terdiri atas dua saluran eksresi yang memanjang bermuara ke pori-pori yang letaknya berderet-deret pada bagian dorsal (punggung). Kedua saluran eksresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame cell). Perhatikan gambar sistem eksresi dan sel api Planaria di bawah ini.
Gambar. a) Susunan saluran eksresi pada Planaria; b) Sel api (flame cell)
Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian anterior tubuh. Kedua ganglia ini dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan dari masing-masing ganglion membentuk tangga tali saraf yang memanjang ke arah posterior. Kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Perhatikan gambar sistem saraf Planaria berikut!
Sistem saraf Planaria Reproduksi pada cacing pipih seperti Planaria dapat secara aseksual dan secara seksual. Reproduksi aseksual (vegetatif) dengan regenerasi yakni memutuskan bagian tubuh. Sedangkan reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang bersifat hemafrodit. Sistem reproduksi seksual pada Planaria terdiri atas sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur. Sedangkan reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis. Perhatikan gambar sistem reproduksi Planaria.
Gambar. Sistem reproduksi Planaria Selanjutnya perhatikan gambar reproduksi aseksual Planaria di bawah ini!
Gambar. Reproduksi aseksual Planaria A. Terpotong secara alami B. Dibelah dua C. Dibelah tiga.

B. KELAS TREMATODA
Hewan Trematoda memiliki tubuh yang diliputi kutikula dan tak bersilia. Pada ujung anterior terdapat mulut dengan alat penghisap yang dilengkapi kait. Tubuh dengan panjang lebih kurang 2,5 cm dan lebar 1cm serta simetris bilateral.
Trematoda termasuk hewan hemafrodit,dan sebagai parasit pada Vertebrata baik berupa ektoparasit (pada ikan) maupun sebagai endoparasit. Contoh hewan Trematoda adalah cacing hati atau Fasciola hepatica (parasit pada hati domba), Fasciola gigantica (parasit pada hati sapi) dan cacing hati parasit pada manusia (Chlonorchis sinensis) serta Schistosoma japonicum (cacingdarah).
Perhatikan gambar anatomi cacing hati (Fasciola hepatica) berikut!
Gambar. Anatomi Fasciola hepatica Isilah cacing hati umumnya hanya meninjuk kepada F. hepatica pada domba (jarang pada sapi) dan F. gigantica pada sapi (jarang pada domba). Fasciola mempunyai batil isap mulut. Mulut melanjut ke faring dan esophagus yang bercabang du, yang kemudian beranting-ranting banyak. Saluran pencernaannya adalah ruang gastrofaskular.
Sistem ekskresi dimulai dari sel-sel nyala (penyembur) terus ke saluran ekskresi longitudinal dan bermuara dibagian posterior. Sistem saraf berupa system saraf pada Planaria.
Sistem reproduksinya, Cacing ini bersifat hermafrodit. Cacing dewasa bertelur dalam saluran empedu dan kantong empedu sapi atau domba. Kemudian telur ini keluar bersama tinja. Dalam air mirasidium menetas, lalu memasuki tubuh siput air tawar. Dalam tubuh siput, mirasidum berubah menjadi sporokista. Dengan cara paedogenesis, maka dalam tubuh sporokista terbentuk banyak redia. Redia kemudian dari tubuh sporokista. Dengan cara paedagogis pula dalam tubuh redia terbentuk banyak serkaria yang berekor. Serkaria keluar dari tubuh redia, berenang, dan menempel pada tumbuhan air dan menjadi kista. Sapi atau domba tertular cacing hati, umumnya karena makan rumput dan tumbuhan air lainnya yang mengandung kista tersebut. Rumput yang tumbuh di tepi sungai atau rawa dan danau banyak mengandung kista tersebut.

C. KELAS CESTODA
Scolex of Taenia solium Cestoda adalah salah satu klass dari Phyllum Plathehelminthes, yang merupakan salah satu kelompok parasit pada ikan dan juga pada manusia. Parasit ini menyebabkan kerugian secara ekonomi terutama pada penurunan kualitas hasil perikanan, dan dapat merugikan kesehatan manusia. Pada parasit cacing dapat dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau ikan yaitu: Adanya parasit cacing dalam tubuh ikan menyebabkan terjadinya reaksi jaringan tubuh berupa pembengkakan jaringan yang dicirikan dengan “encapsulation” dari cacing pada jaringan tubuh ikan. Kegiatan manusia yang memasukkan cacing dari satu habitat kehabitat yang lain kemungkinan dapat menyebabkan tersebarnya penyakit(Epizootic) dan mortalitas pada populasi setempat. Parasit cacing adalah umum terdapat pada ikan laut , tetapi biasanya memperlihatkan status patogen yang jelas apabila kehadirannya dalam jumlah yang besar pada setiap induvidu inangnya (Sinderman, 1990).
Taxonomi
Tubuh terdiri dari bagian kepala yang disebut scolex dan bagian tubuh yang disebut strobila. Strobila terbentuk dari segmen yang tersusun dari proglottid. Makanan diambil diambil melalui tegument. Cestodaria mempunyai ciri berupa strobila yang berbentuk daun, seperti yang ditemukan pada ratfish dan Sturgeon untuk species Gyrocotyle urna, dengan ukuran dapat mencapai 1,2 cm (Möler dan Anders 1986). Sedangkan eucestoda mempunyai strobila yang panjang, dapat mencapai 12 m, pada species Diphylobothrium latum yang dapat menginfeksi manusia. Selain manusia, mamalia lainnya yang memakan ikan dapat diinfeksi oleh parasit ini seperti kucing, anjing, babi dan beruang (Schistosome Research Group Cam.University 1998).
Siklus hidup Siklus hidup pada Cestoda yang menginfeksi ikan, membutuhkan lebih dari satu inang perantara yaitu mamalia atau vertebrata. Parasit ini hidup di dalam intestin dan lambung inangnya. Cestoda adalah hewan yang hemaprodit. Tubuh terdiri dari bagian kepala yang disebut Scolex dan bagian badan yang disebut strobila. Strobila merupakan deretan segmen yang disebut proglottid-proglottid. Setiap proglottid mempunyai sepasang sel kelamin jantan dan betina dan dapat melepaskan/menghasilkan telur. Telur-telur ini dibuahi dengan cara pembuahan sendiri (self fertilisation) yaitu sel telur dibuahi oleh sel sperma dalam proglottid yang sama, perkawinan antara proglottid yang satu dengan yang lain pada strobila yang sama atau perkawinan antara proglottid dari strobila yang berbeda (Hickman 1967). Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh satu ekor cacing seperti pada D. latum dapat mencapai 1.000.000 butir perhari dengan jumlah proglottid yang dapat mencapai 3.000 buah, dengan panjang strobila lebih dari 10 m. Telur yang terbawah oleh kotoran yang masuk keperairan akan menetas dan membentuk Coracidium yang diperlengkapi silia untuk berenang bebas. Copepoda yang ada diperairan kemudian diinfeksi oleh Coracidium yang berubah menjadi procercoid. Procercoid termakan oleh ikan bersama Copepoda dan berubah menjadi Plerocercoid. Apabila ikan ini termakan oleh manusia atau hewan yang memungkinkan Cestoda tersebut dapat hidup, seperti ikan yang tidak dimasak atau setengah matang sehingga larva cestoda masih tetap hidup, maka Cestoda akan menjadi dewasa dan siklus akan berlanjut. Jika ikan tersebut dimakan oleh ikan lain maka parasit tersebut pindah dan dapat hidup pada ikan tersebut tetapi tidak mengalami perkembangan. Sehingga ikan tersebut berfungsi sebagai paratenic host (inang transport) (Gambar ).
Gambar . Siklus hidup Diphylobothrium latum (Dikutip dari: Cam.University Schistosome Research Group, 2002)
Pengaruh / Kerugian Kerugian yang diakibatkan oleh Cestoda pada parasit ikan utamanya, pada industri perikanan. Setiap ekor ikan yang terinfeksi terdapat ratusan cacing pada ototnya sehingga cestoda ini biasa disebut “spaghetti worms” (Sindermann 1990). Pada budidaya ikan-ikan salmon yang diinfeksi oleh Eubothrium spp. sering mendatangkan masalah pada keramba jaring apung . Infeksi yang terjadi pada manusia seperti pada Cestoda dari ikan air tawar, Diphylobothrium latum dapat menyebabkan terjadi anemia dan kekurangan vitamin B12, bahkan dapat menghambat saluran pencernaan. Untuk menghindari parasit ini, ikan sebaiknya dimasak sempurna sehingga mematikan cacing yang terikut (Schistosome Research Group Cam.University 1998).


BAB III
KESIMPULAN
Hewan – hewan yang tergolong dalam filum Platyhelminthes memiliki struktur tubuh memanjang, simetri bilateral dengan struktur tubuh yang primitive. Banyak di antara hewan-hewan ini yang hidupnya parasitis dan menyerang beberapa beberapa jenis hewan Vertebrata. Beberapa jenis hewan Platyhelminthes hidup pada air tawar, air laut atau di daratan yang basah.




Daftar Pustaka :
- Brotowidjoyo,M.D. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga: Jakarta - www.google.com http : //wikipedia.com/hewan-invertebrate/filum-platyhelminthes http : //wikipedia.com/gambar-hewan-platyhelminthes/turbellaria- trematoda-cestoda

Selasa, 20 Desember 2011

EKOLOGI HUTAN MANGROVE

A. Definisi Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung.
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%.
Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus.

B. Faktor-faktor Lingkungan Hutan Mangrove
1. Fisiografi pantai
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.
2. Pasang
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:
a. Lama pasang :
1) Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut
2) Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal.
3) Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme
b. Durasi pasang :
1) Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.
2) Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya: penggenagan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.

c. Rentang pasang (tinggi pasang):
1) Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya
2) Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.
3. Gelombang dan Arus
a. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.
b. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.
c. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove
d. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.
4. Iklim
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan mangrove adalah sebagai berikut:

a. Cahaya
1) Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove.
2) Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove.
3) Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya.
4) Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.
b. Curah hujan
1) 1Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove.
2) Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah.
3) Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun.
c. Suhu
1) Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi).
2) Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang.
3) Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28C.
4) Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26C.
d. Angin
1) Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus.
2) Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove.

5. Salinitas
a. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt.
b. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan.
c. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang.
d. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air.

6. Oksigen Terlarut
a. Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya.
b. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis.
c. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari.

7. Substrat
a. Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove.
b. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur.
c. Vicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir.
d. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan.
e. Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera.
f. Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah.
g. Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca.

8. Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik.
a. Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na.
b. Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga).

C. Mangrove dan Tsunami
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Musibah gempa dan ombak besar tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Pulau Nias akhir tahun 2004 yang lalu telah mengingatkan kembali betapa pentingnya mangrove dan hutan pantai bagi perlindungan pantai. Berdasar karakteristik wilayahnya, pantai di sekitar kota Padang pun masih merupakan alur yang sama sebagai alur rawan gempa tsunami.



D. Mangrove dan Sedimentasi
Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai.

E. Mangrove dan Produktivitas Perikanan
Kebijakan pemerintah dalam menggalakkan komoditi ekspor udang, telah turut andil dalam merubah sistem pertambakan yang ada dalam wilayah kawasan hutan. Empang parit yang semula digarap oleh penggarap tambak petani setempat, berangsur beralih “kepemilikannya” ke pemilik modal, serta merubah menjadi tambak intensif yang tidak berhutan lagi.

F. Mangrove dan Kesehatan
Dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung Karawang menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut. Dilaporkan bahwa nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata makin meningkat populasinya seiring dengan makin
terbukanya pertambakan dalam areal mangrove. Ini mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan malaria dengan makin terbukanya arealareal pertambakan perikanan. Kajian lain yang berkaitan dengan polutan, dilaporkan oleh Gunawan dan Anwar (2005) yang menemukan bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery).

G. Mangrove dan Keanekaragaman Hayati
Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung. Gunawan (1995) menemukan 12 jenis satwa melata dan amphibia, 3 jenis mamalia, dan 53 jenis burung di hutan mangrove Arakan Wawontulap dan Pulau Mantehage di Sulawesi Utara.

Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :
a. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah
b. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :
1) Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.
2) Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.
3) Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
c. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.


H. Hubungan Ekosistem Mangrove dengan Ekosistem Lainnya
Ekosistem utama di daerah pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Menurut Kaswadji (2001), tidak selalu ketiga ekosistem tersebut dijumpai, namun demikian apabila ketiganya dijumpai maka terdapat keterkaitan antara ketiganya. Masing-masing ekosistem mempunyai fungsi sendirisendiri.

I. Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove
Sebagaiman telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, ekosistem hutan mangrove bermanfaat secara ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis dan ekonomis hutan mangrove adalah (Santoso dan H.W. Arifin, 1998) :
a. Fungsi ekologis :
1) pelindung garis pantai dari abrasi,
2) mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan,
3) mencegah intrusi air laut ke daratan,
4) tempat berpijah aneka biota laut,
5) tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga,
6) sebagai pengatur iklim mikro.
b. Fungsi ekonomis :
1) penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan, obat-obatan),
2) penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit, pewarna),
3) penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung,
4) pariwisata, penelitian, dan pendidikan.




Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Dahuri, M., J.Rais., S.P. Ginting., dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.

EKOLOGI HUTAN RAWA GAMBUT

A. Definisi Rawa Gambut
Ekositem rawa gambut merupakan sebuah ekosistem yang unik yang lapisannya tersusun dari timbunan bahan organik mati yang terawetkan sejak ribuan tahun lalu, dan permukaan atasnya hidup berbagai jenis tumbuahan dan satwa liar. Jika bahan organik di bawahnya dan kehidupan diatasnya musnah, maka ekosistem ini tak dapat pulih kembali.

B. Mengenal Lahan Rawa
Lahan Rawa adalah lahan darat yang tergenang secara periodik atau terus menerus secara alami dalam waktu lama karena drainase (sistem pengairan air) terhambat. Meskipun dalam keadaan tergenang lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan. Lahan ini dapat dibedakan dari danau/tasik, karena danau tergenang sepanjang tahun, genangannya lebih dalam dan tidak ditumbuhi oleh tanaman kecuali tumbuhan air. Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh pasangnya air laut, genangan air hujan, atau lupan air sungai. Berdasaran penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak (rawa non pasang surut) dan rawak lebak peralihan.
1. Rawa pasang surut
Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasng kecil, terjadi secara harian (1-2 kalisehari).
2. Rawa lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air sungai dan atau air hujan di daerah cekungan pedalaman. Genangannya umumnya terjadi pada musim hujan dan menyusut pada musim kemarau.
3. Rawa lebak peralihan
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran primer atau di sungai. Pada lahan sperti ini, endapan laut dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80 - 120 cm dibawah permukaan tanah. Berdasarkan Jenis Tanah, terdapat dua jenis tanah yaitu tanah mineral (Tanah aluvial dan gleihumus) dan tanah gambut (peat soils). Tanah mineral yang dijumpai di wilayah pasang surut umumnya terbentuk dari bahan endapan marin/laut karena proses pengendapan yang dipengaruhi oleh air laut. Pada wilayah agak ke pedalaman dimana pengaruh arus sungai cenderung kuat, tanah bagian atas terbentuk dari endapan sungai dan pada kedalaman tertentu terdapat bahan sulfidik (pirit).

C. Lahan Rawa Potensial dan Sulfat Masam
Lahan rawa yang tidak memiliki lapisan tanah gambut dan tidak memiliki lapisan pirit atau memiliki lapisan pirit pada kedalaman lebih dari 50 cm disebut sebagai lahan rawa potensial. Lahan ini merupakan rawa paling subur dan potensial untuk pertanian. Lahan ini didominasi oleh tanah aluvial hasil pengendapan oleh air hujan, air sungai, dan air laut.
Lahan rawa yang tidak memiliki lapisan tanah gambut dan tidak memiliki lapisan pirit atau memiliki lapisan pirit pada kedalaman kurang dari 50 cm disebut lahan aluvial bersulfida dangkal atau lahan sulfat masam potensial. Apabila lahan aluvial bersulfida memiliki lapisan gambut dengan ketebalan kurang kurang dari 50 cm disebut lahan aluvial bersulfida gambut. Lahan yang lapisan piritnya sudah teroksidasi disebut lahan bersulfat atau lahan sulfat masam aktual. Lahan ini tidak direkomendasikan untuk budi daya dan pertanian.

D. Kedalaman Lahan Gambut
- Lahan gambut dangkal, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 50-100 cm;
- Lahan gambut sedang, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 100-200 cm;
- Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 200-300 cm;
- Lahan gambut sangat dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut lebih dari 300 cm.

E. Sekilas Tentang Pirit
Tanah di daerah pantai terbentuk dari pengendapan dalam suasana payau dan asin. Tanah tersebut umumnya mengandung bahan sulfidik (FeS2) yang sering disebut pirit. Lapisan tanah yang mengandung pirit lebih dari 0,75% disebut lapisan pirit. Lapisan pirit ditandai; lahan dipenuhi tumbuhan purun tikus, di tanggul saluran terdapat bongkah tanah berwarna kuning jerami, pada saluran drainase terdapat air yang mengandung karat besi berwarna kuning kemerahan.

F. Sifat-sifat Tanah Rawa Gambut
1. Tingkat kematangan
Fibrik, yaitu gambut dengan tingkat pelapukan awal (masih muda) dan lebih dari ¾ bagian volumenya berupa serat segar (kasar); Hemik, yaitu gambut yang mempunyai tingkat pelapukan sedang (setengah matang), sebahagian bahan telah mengalami pelapukan dan sebahagian lagi berupa serat. Saprik, yaitu gambut yang tingkat pelapukannya sudah lanjut (matang).
2. Warna
Meskipun bahan asal gambut berwarna kelabu, coklat, atau kemerahan tetapi setelah dekomposisi warna gambut menjadi lebih gelap, yang pada umumnya berwarna coklat hingga kehitaman. Warna gambut menjadi salah satu tingkat kematang gambut. Semakin matang, gambut semakin berwarna gelap, dan dalam keadaan basah warna gambut biasanya semakin gelap.
3. Kapasitas Menahan Air
Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga menpunyai daya menyerap air sangat besar hingga 850% dari berat keringnya (Suhardjo dan Dreissen, 1975). Oleh sebab itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat air (reservoir) yang dapat menahan banjir saat musim hujan dan melepaskan air saat musim kemarau sehingga intrusi air laut saat kemarau dapat dicegahnya.
4. Kering Tak Balik (Hydrophobia Irreversible)
Lahan gambut yang telah dibuka dan telah didrainase dengan membuat kanal atau parit, kandungan airnya menurun secara berlebihan. Penurunan air permukaan akan menyebabkan lahan gambut menjadi kekeringan. Gambut mempunyai sifat kering tak balik. Artinya, gambut yang sudah mengalami kekeringan yang ekstrim , akan sulit menyerap air kembali.
5. Daya Hantar Hidrolik
Gambut memiliki daya hantara hidrolik (penyaluran air) secara horizontal (mendatar) yang cepat sehingga memacu percepatan pencucian unsur-unsur hara ke saluran drainase. Sebaliknya, gamut memiliki daya hidrolik vertikal (keatas) yang sangat lambat. Akibatnya, lapisan atas gambut sering mengalami kekeringan, meskipun lapisan bawahnya basah.
6. Daya Tumpu
Gambut memiliki tumpu atau daya dukung yang rendah karena mempunyai ruang pori yang besar sehingga kerapatan tanahnya rendah dan bobotnya ringan. Sebagai akibatnya, pohon yang tumbuh diatasnya menjadi mudah rebah.
7. Penurunan Permukaan Tanah (Subsidence)
Setelah dilakukan reklamasi atau drainase , gambut berangsur akan kempis dan mengalami subsidence atau amblas, kondisi ini disebabkan oleh proses pematangan gambut dan berkurangnya kandungan air. Semakin tebal gambut, penurunan tersebut semakin cepat dan berlangsungnya semakin lama. Rata-rata kecepatan penurunan adalah 0,3 - 0,8 cm/bulan, dan terjadi selama 3-7 tahun setelah drainase.
8. Mudah Terbakar
Lahan gambut cenderung mudah terbakar, karena kandungan bahan organik yang tinggi dan memiliki sifat kering tak balik, porositas tinggi, dan daya hantar hidrolik vertikal yang rendah. Kebakaran di gambut sangat sulit untuk dipadamkan karena dapat menembus dibawah permukaan tanah.

G. Fisografi Lahan Gambut
Lahan gambut di Indonesia pada umumnya membentuk kubah gambut (peat dome). Pada bagian pinggiran kubah, didominasi oleh oleh tumbuhan kayu yang masih memperoleh pasokan hara dari air tanah dan sungai sehingga banyak jenisnya dan umumnya berdiameter besar. Hutan seperti itu, disebut hutan rawa campuran (mixed swamp forest).
Menuju ke bagian tengah, letak air tanah sudah terlalu dalam sehingga perakaran tumbuhan kayu hutan tidak mampu mencapainya. Akibatnya vegetasi hutan hanya memperoleh hara dari air hujan. Vegetasi mengalami perubahan, jenis-jenis kayu hutan semakin sedikit, relatif kurus dan rata-rata berdiameter kecil. Vegetasi hutan seperti itu disebut hutan padang. Gambut tebal yang terbentuk, umumnya bersifat masam dan miskin hara sehingga memiliki kesuburan alami yang rendah sampai sangat rendah. Perubahan dari wilayah pinggiran gambut yang relatif kaya hara menjadi wilayah gambut embrogen yang miskin, diperkirakan terjadi pada kedalaman gambut antara 200-300 cm (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976).

H. Kesuburan Rawa Gambut
Kesuburan gambut dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu Eutropik (subur), Mesotropik (sedang), dan Oligotopik (tidak subur). Secara umum gambut tapogen yang dangkal dan dipengaruhi air tanah dan sungai umumnya tergolong gambut mesotropik sampai eutropik sehingga mempunyai potensi kesuburan alami yang lebih baik dari pada gambut ombrogen (kesuburan hanya dipengaruhi oleh air hujan) yang sebagian besar oligotropik.
I. Faktor Yang Mempengaruhi Kesuburan Rawa Gambut
Tingkat kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu ketebalan gambut, bahan asal, kualitas air, kematangan gambut dan kondisi tanah dibawah gambut. Secara umum, gambut yang berasal dari tumbuhan berbatang lunak lebih subur dari pada gambut yang berasal dari tumbuhan yang berkayu. Gambut yang lebih matang lebih subur dari pada gambut yang belum matang. Gambut yang mendapat luapan air sungai atau payau lebih subur dari pada gambut yang hanya memperoleh luapan atau curahan air hujan. Gambut yang terbentuk diatas lapisan liat/lumpur lebih subur dari pada gambut yang terdapat diatas pasir. Gambut dangkal lebih subur daripada gambut dalam.

Rabu, 30 November 2011

INFO TENTANG AMORPHOPHALUS TITANUM (29/11/2011)

AMORPHOPHALUS TITANUM MEKAR HINGGA SEMINGGU KE DEPAN
Selama seminggu ke depan, pengunjung berkesempatan melihat bunga bangkai (Amorphophalus titanum) di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Bunga yang hanya berbunga 3-4 tahun sekali itu akan bertahan hingga seminggu mendatang sebelum memasuki fase dorman (umbi).

Yuzammi, peneliti bunga bangkai, yang juga Kepala Subbidang Seleksi dan Pembibitan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Rabu (30/11), mengatakan tingginya 202 sentimeter. Berbunga sempurna sejak Selasa (29/11) malam sekitar pukul 20.00-21.00 WIB.

"Amorphophalus titanum termasuk endemik khas Pulau Sumatera. Yang berbunga kali ini ditanam pertama kali tahun 2009 dan baru sekali ini berbunga. Umbinya diambil dari Lahat, Sumatera Selatan," ungkapnya.
(KF-vey/kompas/ket foto : Pengujung bunga bangkai (Amorphophalus titanum) di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/11/2011))




sumber:
https://www.facebook.com/Koran.Fesbuk

Selasa, 29 November 2011

SPERMATOPHYTA (TUMBUHAN BERBIJI)

Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji)- Pada materi ini kita akan membahas tentang ciri-ciri Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji), klasifikasi Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji) , Monokotil dan Dikotil.

Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji)
Seperti halnya tumbuhan paku, tumbuhan berbiji merupakan tumbuhan berkormus karena sudah memiliki akar, batang, dan daun sejati.

1. Ciri-ciri Spermatophyta
Spermatophyta berasal dari kata spermae yang berarti biji dan phyton yang berarti tumbuhan. Tumbuhan ini memiliki ciri utama, yaitu ditemukannya suatu organ, yaitu biji yang berasal dari bakal biji. Pada tumbuhan berbiji, juga sudah dilengkapi dengan berkas pembuluh angkut, yaitu xylem dan floem.

2. Klasifikasi Spermathophyta
Spermathophyta dapat dibagi menjadi 2 kelas, yaitu:

a. Gymnospermae (tumbuhan berbiji terbuka)
Tumbuhan Gymnospermae disebut juga tumbuhan berbiji telanjang, karena bakal bijinya tidak dibungkus oleh daun buah. Terdapat kambium sehingga dapat tumbuh membesar. Daun kebanyakan kaku dan sempit, ada yang berbentuk jarum, misalnya pada pinus, ada yang seperti pita bertulang daun sejajar, misalnya pakis haji, dan ada pula agak lebar bertulang daun menyirip, misalnya melinjo. Bunga umumnya tidak memiliki mahkota atau bila memiliki mahkota tidak berwarna mencolok dan bentuknya seperti sisik. Klasifikasi tumbuhan Gymnospermae dibagi menjadi:

1) Coniferales
Coniferales berarti kerucut, ditandai dengan adanya strobilus yang berbentuk kerucut. Bakal buah berada pada strobilus betina yang memiliki ukuran lebih besar daripada strobilus jantan yang mengandung serbuk
sari. Selain itu, secara morfologi memiliki bentuk bangun tubuh seperti kerucut. Contohnya adalah Pinus merkusii (pinus), Araucaria, Cupresus.

2) Ginkgoales
Sama halnya dengan ordo Cycadales, anggota Ginkgoales juga tumbuhan yang berumah dua. Strobilus jantan dan strobilus betina dihasilkan pada individu yang berlainan. Contohnya adalah Ginkgo biloba.

3) Cycadales
Batang dari tanaman yang termasuk anggota ordo ini tidak bercabang, memiliki daun majemuk seperti daun kelapa yang tersusun sebagai tajuk pada batang yang memanjang. Morfologi tumbuhan ini sangat mirip dengan tumbuhan palempaleman. Contoh yang masih ada sampai sekarang adalah tanaman pakis haji (Cycas rumphi). Anggota dari ordo Cycadales adalah berumah dua, di mana strobilus jantan dan strobilus betina dihasilkan pada individu yang berlainan.

4) Gnetales
Sampai sekarang contoh spesies dari kelas ini yang sering kita jumpai adalah tumbuhan melinjo (Gnetum gnemon). Sama halnya dengan yang lainnya, melinjo dalam perkembangbiakannya juga ditemukan adanya bunga jantan dan bunga betina.

b. Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup)
Disebut sebagai tumbuhan berbiji tertutup dikarenakan bakal biji yang dimiliki tumbuhan ini dilindungi oleh daun buah. Pada tumbuhan ini juga telah memiliki bunga yang sesungguhnya, memiliki bentuk dan susunan urat daun yang beranekaragam. Ada daun yang pipih, sempit, ataupun lebar, dan susunan urat daunnya ada yang menyirip, menjari, melengkung, ataupun sejajar seperti pita. Alat perkembangbiakan secara generatif berupa bunga. Macam-macam bunga:

1) Bunga lengkap
Merupakan bunga yang memiliki semua bagian bunga tanpa terkecuali, yaitu tangkai bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari, dan putik. Contohnya adalah bunga mawar, melati (Jasminum sambac), dan bunga sepatu.

2) Bunga tidak lengkap
Merupakan bunga yang tidak memiliki salah satu bagian bunga. Contohnya adalah bunga tanaman rumput-rumputan yang tidak memiliki mahkota bunga.

3) Bunga sempurna
Merupakan bunga yang memiliki benang sari dan putik sekaligus, selain itu juga memiliki bagian-bagian bunga yang lain. Contohnya adalah bunga sepatu.

4) Bunga tidak sempurna
Merupakan bunga yang hanya memiliki benang sari atau hanya memiliki putik saja, selain itu juga memiliki bagian-bagian bunga yang lain. Contohnya adalah bunga salak, bunga kelapa, jagung, dan melinjo. Bunga yang hanya memiliki benang sari biasa disebut juga sebagai bunga jantan dan bunga yang hanya memiliki putik saja biasa disebut sebagai bunga betina.


Klasifikasi Angiospermae
berdasarkan jumlah keping biji yang ada, dibedakan menjadi dua kelas, yaitu:

1) Monokotil
Berasal dari kata mono yang berarti satu atau tunggal dan kotiledonae yang artinya keping biji. Jadi, tumbuhan monokotil adalah tumbuhan yang hanya memiliki satu keping atau daun biji. Tumbuhan ini memiliki perakaran serabut dan secara umum tumbuhan ini tidak bercabang. Daun yang dimiliki memiliki tulang daun sejajar ataupun melengkung. Bagianbagian bunga yang dimiliki berjumlah kelipatan tiga. Secara anatomi, baik pada bagian batang ataupun akar tidak akan dijumpai kambium, sehingga pada tumbuhan monokotil hanya mengalami pertumbuhan memanjang saja, tumbuhan monokotil memiliki berkas pembuluh angkut yang tersebar dan tidak teratur. Berikut ini adalah famili-famili dari tumbuhan monokotil:
a) Liliaceae, contohnya kembang sungsang.
b) Poaceae atau Graminae, contohnya padi, alang-alang, dan jagung.
c) Zingiberaceae, contohnya jahe, lengkuas, dan kencur.
d) Musaceae, contohnya pisang.
e) Orchidaceae, contohnya anggrek.
f) Arecaceae, contohnya kelapa, palem.

2) Dikotil
Pada biji dikotil akan didapatkan dua keping atau daun biji. Itulah ciri pokok dari tumbuhan dikotil. Selain itu, secara umum pada batang tumbuhan dikotil didapatkan cabang, serta memiliki sistem perakaran tunggang. Tumbuhan dikotil memiliki sistem tulang daun menyirip atau menjari. Baik di dalam akar ataupun batang akan dijumpai adanya kambium yang memiliki fungsi untuk pertumbuhan. Selain tumbuh memanjang, tumbuhan dikotil juga mengalami pertumbuhan membesar atau melebar, dikarenakan aktivitas kambium. Berkas pembuluh angkut xylem dan floem tersusun teratur dalam satu lingkaran. Berikut ini adalah famili-famili tumbuhan dikotil:
a) Euphorbiaceae, contohnya karet.
b) Moraceae, contohnya beringin.
c) Papilionaceae, contohnya kacang tanah.
d) Labiatae, contohnya kentang.
e) Convolvulaceae, contohnya kangkung.
f) Apocynaceae, contohnya kamboja.
g) Rubiaceae, contohnya kopi.
h) Verbenaceae, contohnya jati.
i) Myrtaceae, contohnya cengkeh.
j) Rutaceae, contohnya jeruk.
k) Bombacaceae, contohnya durian.
l) Malvaceae, contohnya waru.
m) Mimosaceae, contohnya putri malu.
n) Caesalpiniaceae, contohnya asam.

demikian materi Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji) telah selesai baca juga artikel lain yang berhubungan. Materi ini di ambil dari Buku Biologi Kelas I BSE. kunjungi juga : http://ahmad-cecep.blogspot.com/

Pterydophyta (Tumbuhan Paku)

Pterydophyta (Tumbuhan Paku)- Kita pasti tahu tentang Tumbuhan Paku, namun kita pasti bertanya apa ciri-ciri Pterydophyta (Tumbuhan Paku), klasifikasi Pterydophyta (Tumbuhan Paku), bagaimana pergiliran keturunan Pterydophyta (Tumbuhan Paku) dan manfaat dari Pterydophyta (Tumbuhan Paku) bagi manusia.


Pterydophyta (Tumbuhan Paku)
Sama dengan tumbuhan lumut, tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang sebagian besar hidup di tempat-tempat yang lembap.

1. Ciri-ciri Pterydophyta
Tumbuhan paku memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berbeda dengan tumbuhan lumut, tumbuhan paku sudah memiliki akar, batang, dan daun sejati. Oleh karena itu, tumbuhan paku termasuk kormophyta berspora.
b. Baik pada akar, batang, dan daun, secara anatomi sudah memiliki berkas pembuluh angkut, yaitu xilem yang berfungsi mengangkut air dan garam mineral dari akar menuju daun untuk proses fotosintesis, dan floem yang berfungsi mengedarkan hasil fotosintesis ke seluruh bagian tubuh tumbuhan.
c. Habitat tumbuhan paku ada yang di darat dan ada pula yang di perairan serta ada yang hidupnya menempel.
d. Pada waktu masih muda, biasanya daun tumbuhan paku menggulung dan bersisik.
e. Tumbuhan paku dalam hidupnya dapat bereproduksi secara aseksual dengan pembentukan gemmae dan reproduksi seksual dengan peleburan gamet jantan dan gamet betina.
f. Dalam siklus hidup (metagenesis) terdapat fase sporofit, yaitu tumbuhan paku sendiri.
g. Fase sporofit pada metagenesis tumbuhan paku memiliki sifat lebih dominan daripada fase gametofitnya.
h. Memiliki klorofil sehingga cara hidupnya hidupnya fotoautotrof.

Macam-macam daun pada tumbuhan paku adalah:
a. Berdasarkan ukurannya
1) Mikrofil
Berasal dari kata mikro yang berarti kecil dan folium yang berarti daun, jadi daun ini memiliki ukuran yang kecil dan jaringan-jaringan di dalamnya belum terdiferensiasi secara jelas.
2) Makrofil
Berasal dari kata makro yang artinya besar dan folium yang berarti daun, jadi daun ini memiliki ukuran yang besar dan sudah terdiferensiasi. Di sini sudah bisa didapatkan jaringan epidermis serta daging daun yang terdiri atas jaringan spons dan jaringan bunga karang.

b. Berdasarkan fungsinya
1) Tropofil
Merupakan daun yang hanya berguna untuk fotosintesis. Pada daun ini, tidak dihasilkan spora yang merupakan alat perkembangbiakan tumbuhan paku.
2) Sporofil
Merupakan jenis daun pada tumbuhan paku yang selain dapat digunakan untuk fotosintesis juga dapat menghasilkan spora. Spora tumbuhan paku terletak dalam sorus yang merupakan kumpulan dari kotak spora (sporangium). Berdasarkan jenis-jenis spora yang dihasilkan, dikenal tumbuhan paku homospora, paku peralihan, dan paku heterospora.
a) Paku homospora
Merupakan jenis paku yang hanya menghasilkan spora jantan atau spora betina saja. Contohnya adalah Lycopodium atau paku kawat.
b) Paku peralihan
Merupakan jenis paku yang dapat menghasilkan dua macam spora, yaitu spora jantan dan spora betina. Namun, spora-spora yang dihasilkan tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Contohnya adalah Equisetum debile.
c) Paku Heterospora
Merupakan jenis paku yang dapat menghasilkan spora dengan jenis dan ukuran yang berbeda, yaitu spora jantan dan spora betina. Spora jantan memiliki ukuran yang lebih kecil, atau biasa disebut sebagai mikrospora dan spora betina memiliki ukuran yang lebih besar, atau biasa disebut sebagai makrospora. Contohnya adalah Marsilea crenata (semanggi) dan Selaginella widenowii.

2. Klasifikasi Pterydophyta
Tumbuhan paku dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:
a. Psilophytinae
Contohnya adalah Psilotum nodum. Anggota kelas ini banyak yang telah punah.
b. Equisetinae
Contohnya adalah Equisetum debile atau paku ekor kuda.
c. Lycopodinae
Contohnya adalah Lycopodium atau paku kawat dan Marsilea crenata (semanggi).
d. Filicinae
Contohnya adalah paku pakis.

3. Metagenesis atau Pergiliran Keturunan Paku
Pada metagenesis tumbuhan paku, baik pada paku homospora, paku heterospora, ataupun paku peralihan, pada prinsipnya sama. Ketika ada spora yang jatuh di tempat yang cocok, spora tadi akan berkembang menjadi protalium yang merupakan generasi penghasil gamet atau biasa disebut sebagai generasi gametofit, yang akan segera membentuk anteredium yang akan menghasilkan spermatozoid dan arkegonium yang akan menghasilkan ovum. Ketika spermatozoid dan ovum bertemu, akan terbentuk zigot yang diploid yang akan segera berkembang menjadi tumbuhan paku. Tumbuhan paku yang kita lihat sehari-hari merupakan generasi sporofit karena mampu membentuk sporangium yang akan menghasilkan spora untuk perkembangbiakan. Fase sporofit pada metagenesis tumbuhan paku memiliki sifat lebih dominan daripada fase gametofitnya. Apabila kita amati daun tumbuhan paku penghasil spora (sporofil), di sana akan kita jumpai organ-organ khusus pembentuk spora. Spora dihasilkan dan dibentuk dalam suatu wadah yang disebut sebagai sporangium. Biasanya sporangium pada tumbuhan paku terkumpul pada permukaan bawah daun.

4. Manfaat Tumbuhan Paku
Dalam kehidupan sehari-hari, tumbuhan paku juga berperan dalam kehidupan, antara lain:
a. Sebagai tanaman hias, misalnya Adiantum cuneatum (suplir), Asplenium nidus (paku sarang burung) dan Platycerium biforme (paku simbar menjangan).
b. Sebagai tanaman obat, misalnya rimpang dari Aspidium filixmas (Dryopteris) yang mampu mengobati cacingan.
c. Sebagai bingkai dalam karangan bunga.
d. Sebagai pupuk hijau.
e. Sebagai sayuran, contohnya adalah Marsilea crenata (semanggi).

BRYOPHYTA (LUMUT)

Bryophyta (Lumut)- Di kolam ikan pasti kita akan melihat lumut, tapi kita pasti bertanya makhluk apa lumut itu? apa sich ciri - ciri Bryophyta (Lumut), bagaimana pergeseran keturunan pada Lumut, Klasifikasi pada Lumut dan Peranan Bryophyta (Lumut) bagi kehidupan.

Bryophyta (Lumut)
Ketika kalian berada di daerah pegunungan atau batu-batuan yang ada di sungai atau di tembok-tembok di dekat sumur rumah kalian sering kalian temukan tumbuhan yang berwarna hijau, hidup menempel. Tumbuhan tersebut adalah Bryophyta (tumbuhan lumut).

1. Ciri-ciri Bryophyta
Bryophyta berasal dari bahasa Yunani, kata bryum yang berarti lumut dan phyta artinya adalah tumbuhan. Tumbuhan lumut memiliki ciri-ciri:
a. Memiliki habitat di daerah yang lembap.
b. Tumbuhan lumut merupakan peralihan dari thallophyta ke cormophyta, karena tumbuhan lumut belum memiliki akar sejati.
c. Akar pada tumbuhan lumut masih berupa rhizoid, selain itu tumbuhan ini belum memiliki berkas pembuluh angkut xylem dan floem, sehingga untuk mengangkut zat hara dan hasil fotosintesisnya menggunakan sel-sel parenkim yang ada.
d. Tumbuhan lumut memiliki klorofil atau zat hijau daun sehingga cara hidupnya fotoautotrof.
e. Tumbuhan lumut dalam hidupnya dapat bereproduksi secara aseksual dengan pembentukan spora haploid dan reproduksi seksual dengan peleburan gamet jantan dan gamet betina.
f. Dalam siklus hidupnya atau metagenesis tumbuhan lumut, akan didapati fase gametofit, yaitu tumbuhan lumut sendiri yang lebih dominan dari fase sporofit, yaitu sporogonium.

2. Klasifikasi Bryophyta
Divisio tumbuhan lumut dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
a. Musci (lumut daun)
Disebut lumut daun karena pada jenis lumut ini telah ditemukan daun meskipun ukurannya masih kecil. Lumut daun merupakan jenis lumut yang banyak dijumpai sehingga paling banyak dikenal. Contoh-contoh spesiesnya adalah Polytrichum juniperinum, Furaria, Pogonatum cirratum, dan Sphagnum.
b. Hepaticae (lumut hati)
Lumut hati atau Hepaticae dapat bereproduksi secara seksual dengan peleburan gamet jantan dan betina, secara aseksual dengan pembentukan gemmae. Contohnya adalah Marchantia polymorpha.
c. Anthocerotaceae (lumut tanduk)
Disebut sebagai lumut tanduk karena morfologi sporofitnya mirip seperti tanduk hewan. Contohnya adalah Anthoceros leavis.

3. Metagenesis atau Pergiliran Keturunan Lumut
Pada tumbuhan lumut, proses reproduksi baik secara seksual dan aseksual berlangsung melalui suatu proses yang disebut sebagai metagenesis. Dalam metagenesis, terjadi pergiliran keturunan antara generasi sporofit (2n) dan generasi gametofit (n). Ketika ada spora yang jatuh pada tempat yang sesuai, maka spora tadi akan tumbuh menjadi protonema. Protonema tadi akan segera tumbuh menjadi tumbuhan lumut dewasa yang akan menghasilkan gamet jantan, yaitu anteridium yang akan menghasilkan spermatozoid dan juga menghasilkan gamet betina, yaitu arkegonium yang akan menghasilkan ovum. Apabila terjadi fertilisasi antara spermatozoid dengan ovum maka akan terbentuk zigot, zigot tadi akan segera berkembang menjadi sporogonium yang akan menghasilkan spora. Spora yang dihasilkan sporogonium akan membelah dan akan keluar serta tumbuh lagi menjadi protonema. Siklus akan berjalan seperti semula.


4. Peranan Tumbuhan Lumut dalam Kehidupan
Dalam kehidupan, tumbuhan lumut juga memiliki manfaat, di antaranya adalah:
a. Dalam ekosistem yang masih alami, lumut merupakan tumbuhan perintis karena dapat melapukkan batuan sehingga dapat ditempati oleh tumbuhan yang lain.
b. Lumut dapat menyerap air yang berlebih, sehingga dapat mencegah terjadinya banjir.
c. Lumut jenis Marchantia polymorpha dapat digunakan sebagai obat radang hati.
d. Lumut Sphagnum dapat dijadikan sebagai bahan pengganti kapas untuk


Demikian materi Bryophyta (Lumut) yang diambil dari Buku Biologi Kelas I BSE. Kunjungi juga : http://ahmad-cecep.blogspot.com/

PROSES PEMECAHAN KARBOHIDRAT PADA BAKTERI

Bakteri merupakan kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Seperti prokariot (organisme yang tidak memiliki membran inti) pada umumnya, semua bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana. Sehubungan dengan ketiadaan membran inti, meteri genetik (DNA dan RNA) bakteri melayang-layang di daerah sitoplasma yang bernama nukleoid. Salah satu struktur bakteri yang penting adalah dinding sel. Bakteri dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar berdasarkan struktur dinding selnya, yaitu bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari lapisan peptidoglikan (sejenis molekul polisakarida) yang tebal dan asam teikoat, sedangkan bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai struktur lipopolisakarida yang tebal.
Keanekaragaman bakteri dan jalur metabolismenya menyebabkan bakteri memiliki peranan yang besar bagi lingkungan. Sebagai contoh, bakteri saprofit menguraikan tumbuhan atau hewan yang telah mati dan sisa-sisa atau kotoran organisme. Bakteri tersebut menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Contoh bakteri saprofit antara lain Proteus dan Clostridium. Tidak hanya berperan sebagai pengurai senyawa organik, beberapa kelompok bakteri saprofit juga merupakan patogen oportunis.
Frankia alni, salah satu bakteri pengikat N2 yang berasosiasi dengan tanaman membentuk bintil akar. Kelompok bakteri lainnya berperan dalam siklus nitrogen, seperti bakteri nitrifikasi. Bakteri nitrifikasi adalah kelompok bakteri yang mampu menyusun senyawa nitrat dari senyawa amonia yang pada umumnya berlangsung secara aerob di dalam tanah. Kelompok bakteri ini bersifat kemolitotrof. Nitrifikasi terdiri atas dua tahap yaitu nitritasi (oksidasi amonia (NH4) menjadi nitrit (NO2-)) dan nitratasi (oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat (NO3). Dalam bidang pertanian, nitrifikasi sangat menguntungkan karena menghasilkan senyawa yang diperlukan oleh tanaman yaitu nitrat. Setelah reaksi nitrifikasi selesai, akan terjadi proses dinitrifikasi yang dilakukan oleh bakteri denitrifikasi. Denitrifikasi sendiri merupakan reduksi anaerobik senyawa nitrat menjadi nitrogen bebas (N2) yang lebih mudah diserap dan dimetabolisme oleh berbagai makhluk hidup. Contoh bakteri yang mampu melakukan metabolisme ini adalah Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas aeruginosa, and Paracoccus denitrificans. Di samping itu, reaksi ini juga menghasilkan nitrogen dalam bentuk lain, seperti dinitrogen oksida (N2O). Senyawa tersebut tidak hanya dapat berperan penting bagi hidup berbagai organisme, tetapi juga dapat berperan dalam fenomena hujan asam dan rusaknya ozon. Senyawa N2O akan dioksidasi menjadi senyawa NO dan selanjutnya bereaksi dengan ozon (O3) membentuk NO2- yang akan kembali ke bumi dalam bentuk hujan asam (HNO2).
Di bidang pangan Terdapat beberapa kelompok bakteri yang mampu melakukan proses fermentasi dan hal ini telah banyak diterapkan pada pengolahan berbagi jenis makanan. Bahan pangan yang telah difermentasi pada umumnya akan memiliki masa simpan yang lebih lama, juga dapat meningkatkan atau bahkan memberikan cita rasa baru dan unik pada makanan tersebut. Beberapa makanan hasil fermentasi dan mikroorganisme yang berperan:
No. Nama produk atau makanan Bahan baku Bakteri yang berperan
1. Yoghurt susu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus

2. Mentega susu Streptococcus lactis

3. Terasi ikan Lactobacillus sp.

4. Asinan buah-buahan buah-buahan Lactobacillus sp.

5. Sosis daging Pediococcus cerevisiae

6. Kefir susu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis


Beberapa spesies bakteri pengurai dan patogen dapat tumbuh di dalam makanan. Kelompok bakteri ini mampu memetabolisme berbagai komponen di dalam makanan dan kemudian menghasilkan metabolit sampingan yang bersifat racun. Clostridium botulinum, menghasilkan racun botulinin, seringkali terdapat pada makanan kalengan dan kini senyawa tersebut dipakai sebagai bahan dasar botox. Beberapa contoh bakteri perusak makanan:
 Burkholderia gladioli (sin. Pseudomonas cocovenenans), menghasilkan asam bongkrek, terdapat pada tempe bongkrek.
 Leuconostoc mesenteroides, penyebab pelendiran makanan, penurunan pH, dan pembentukkan gas.
Proses degradasi jasad makhluk hidup dilakukan oleh banyak organisme, salah satunya adalah bakteri. Beberapa jenis bakteri, terutama bakteri heterotrof, mampu mendegradasi senyawa organik dan menggunakannya untuk menunjang pertumbuhannya. Proses dekomposisi ini dibantu oleh beberapa jenis enzim untuk memecah makromolekul, seperti karbohidrat, protein, dan lemak, untuk dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sebagai contoh, enzim protease digunakan untuk memecah protein menjadi senyawa lebih sederhana, seperti asam amino. Proses dekomposisi ini juga berperan dalam pengembalian unsur-unsur, terutama karbon dan nitrogen, ke alam untuk masuk ke dalam siklus lagi.
Dekomposisi jasad makhluk hidup dimulai oleh bakteri yang hidup di dalam tubuh manusia, dimulai dari jaringan-jaringan otot. Proses ini dipercepat saat tubuh telah dikuburkan. Reaksi pertama dalam dekomposisi ini adalah hidrolisis protein oleh protease membentuk asam amino. Selanjutnya, asam amino akan diubah menjadi asam asetat, gas hidrogen, gas nitrogen, dan karbon dioksida sehingga pH lingkungan akan turun menjadi 4-5. Reaksi ini dilakukan oleh bakteri acetogen. Pada tahap akhir, semua senyawa tersebut diubah menjadi gas metana oleh metanogen.

PENGERTIAN AEROB DAN ANAEROB BESERTA KAPASITASNYA
1. Pengertian Aerob
Istilah aerobik yang digunakan dalam proses penanganan secara biologis berarti proses di mana terdapat oksigen terlarut (memerlukan oksigen). Oksidasi bahan organik menggunakan molekul oksigen sebagai aseptor elektron terakhir adalah proses utama yang menghasilkan energi kimia untuk mikroorganisme. Mikroba yang menggunakan oksigen sebagai aseptor elektron terakhir adalah mikroorganisme aerobik, sedangkan sebaliknya disebut anaerobik. Contoh yang dapat diberikan adalah oksidasi glukosa (monosakarida) dalam respirasi aerobik.

C6H12O6 + 6 O2 + 38 ADP + 38 fosfat → 6 CO2 + 6 H2O + 38 ATP

Energi yang dilepaskan pada reaksi ini sebesar 2880 kJ per mol, yang disimpan dalam regenerasi 38 ATP dari 38 ADP per glukosa. Angka ini 19 kali lebih besar daripada yang dihasilkan reaksi anaerobik. Organisme eukariotik (semua kecuali bakteri) hanya memperoleh 36 ATP yang diregenerasi dari ADP dalam proses ini. Hal ini disebabkan terdapat membran yang harus dilewati oleh transport aktif. Persamaan ini merupakan rangkuman dari apa yang sesungguhnya terjadi dalam tiga seri reaksi biokimia: glikolisis, siklus Krebs, dan oxidative phosphorylation. Hampir semua hewan, sebagian besar fungi, dan beberapa bakteri adalah aerob obligat. Sebagian besar organisme anaerobik adalah bakteri. Menjadi aerob obligat, walaupun menguntungkan dalam memperoleh energi, berarti juga harus menghadapi stress oksidatif. Khamir, sebagai contoh, adalah aerob fakultatif. Sel-sel pada manusia juga merupakan aerob fakultatif: mereka akan melakukan fermentasi asam laktat jika tidak mendapatkan oksigen. Akan tetapi, hal ini tidak dapat berlangsung terus-menerus sehingga manusia termasuk dalam aerob obligat. Contoh dari bakteri aerob obligat adalah: Nocardia (Gram positif), Pseudomonas aeruginosa (Gram negatif), Mycobacterium tuberculosis (Acid Fast), and Bacillus (Gram positif).
Kapasitas Aerobik
Kapasitas aerobik adalah suatu kerja yang di laksanakan secara terus menerus selama mungkin, suatu kerja otot yang agak bersifat umum, dalam kondisi aerobik.

2. Pengertian Anaerobik
Anaerobik adalah kata teknis yang secara harfiah berarti "tanpa udara" (dimana "udara" biasanya berarti oksigen). Kata yang berlawanan dengannya adalah aerobik. Dalam pengolahan limbah, tidak adanya oksigen dinamakan sebagai 'anoxic'; sedangkan anaerobik digunakan untuk mengindikasikan tidak adanya akseptor elektron (nitrat, sulfat atau oksigen).
Anaerobik glikolisis, perubahan dari gula menjadi alkohol dengan menggunakan ragi - lihat Fermentasi. Organisme anaerobik fermentatif biasanya menggunakan jalur fermentasi asam laktat:

C6H12O6 + 2 ADP + 2 fosfat → 2 asam laktat + 2 ATP
Energi yang dilepaskan pada persamaan ini sekitar 150 kJ per mol, yang disimpan dalam regenerasi dua ATP dari ADP per glukosa. Ini hanya 5% energi per molekul gula daripada yang dapat dihasilkan oleh reaksi aerobik. Tumbuhan dan jamur (contohnya ragi) biasanya melakukan fermentasi alkohol (etanol) ketika oksigen terbatas melalui reaksi berikut:

C6H12O6 + 2 ADP + 2 fosfat → 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 ATP
Energi yang dilepaskan sekitar 180 kJ per mol, yang disimpan dalam regenerasi dua ATP dari ADP per glukosa. Bakteri anaerobik dan archaea menggunakan jalur ini dan beberapa jalur lainnya dalam melakukan fermentasi seperti: fermentasi asam propionat, fermentasi asam butirat, fermentasi pelarut, fermentasi asam campuran, fermentasi butanediol, fermentasi Stickland, asetogenesis atau metanogenesis. Beberapa bakteri anaerobik menghasilkan toksin (racun) seperti toksin tetanus atau botulinum yang sangat berbahaya bagi organisme yang lebih besar, termasuk manusia. Anaerob obligat akan mati bila terdapat oksigen karena tidak adanya enzim superoksida dismutase dan katalase yang dapat mengubah superoksida berbahaya yang timbul dalam selnya karena adanya oksigen.
Kapasitas Anaerobik
Kerja anaerobik terlaksana dalam suatu kondisi dimana kebutuhan akan oksigen melebihi kapasitas maksimum konsumsi. Pada masa anak-anak (childhood) sistem energi yang digunakan masih bersifat satu kesatuan sistem energi (Prasad, 1995). Usaha peningkatan kesegaran jasmani pada usia dini merupakan suatu upaya dalam menciptakan sumberdaya manusia yang bermutu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh latihan aerobik terhadap peningkatan kapasitas aerobik dan peningkatan kapasitas anaerobik.




Lintasan Embden-Meyerhof-Parnas (EMP) = EMP Pathway
Memecah glukosa menjadi 2 piruvat, 2 NADH, dan 2 ATP









Lintasan Hexose monophosphate (HMP)









LIntasan Pentosa phosphate (PP)
Hasil akhir dari pemecahan 1 molekul glukosa adalah 1 piruvat, 3 CO2, 1 ATP dan 3 NAD(P)H.










Lintasan Entner Doudoroff (ED)
Hasil akhir pemecahan 1 molekul glukosa adalah 2 piruvat, 1 ATP dan 2 NAD(P)H

Minggu, 27 November 2011

PERKEMBANGAN MATA


1. Perkembangan Mata
Mata pada vertebarata merupakan organ yang sangat kompleks, dibentuk dari sumber primordial yang berbeda, yaitu ektoderem dan mesoderem pada daerah chepalik atau kepala embrio. Perkembangan awal komponen-komponen mata tergantung pada interaksi induktif antara satu komponen dengan komponen lain. Induksi ini diikuti dengan differensiasi intraseluler, dimulai dengan mitosis, kemudian sintesis RNA utama untuk pembentukan protein intraseluler spesifik, serabut-serabut ekstraseluler, dan matriks. Bahan-bahan ekstraseluler dan migrasi sel memainkan peranan yang penting dalam perkembangan mata.

2. Pembentukan Vesikula Optik
Sejarah perkembangan optik diawali pada dinding diencephalon. Pada manusia. Pada manusia, perkembangan mata dimulai pada waktu dinding diencephalon embrio berumur 22 hari menggelembung keluar secara lateral dari tabung neural. Pertumbuhan differensial ini menghasilkan vesikula optik yang berhubungan dengan diencephalon melalui tangkai optik. Pada pembentukan vesikula optik gen-gen khusus pada bakal vesikula optik diaktifkan untuk membentuk pesan khusus yang mengkode protein vesikula, sehingga evaginasi terjadi (Oppenheimer, 1976). Vesikula optik tumbuh terus dan mencapai sel-sel mesenkim kepala hingga bersentuhan dengan ektoderem kepala. Akibat induksi mesoderem kepala, maka ektoderem membentuk plakoda lensa. sewaktu vesikula optik menginduksi pembentukan plakoda lensa, plakoda lensa juga menginduksi vesikula optik dan menyebabkan perubahan- perubahan pada vesikula optik. Vesikula optik berinvaginasi membentuk cawan optik yang berdinding rangkap. Ketika invaginasi berlanjut, hubungan antara cawan optik dan otak direduksi menjadi celah yang sempit. Pada waktu yang sama kedua lapisan cawan optik mulai berdifferensiasi dengan arah yang berbeda. Bagian luar menjadi lebih tipis dan berkembang selsel granula-granula yang mengandung melanin dan akhirnya menjadi retina berpigmen. Sel-sel lapisan dalam berkembang menjadi sel-sel batang dan kerucut yang peka terhadap cahaya. Lapisan ini menjadi saraf retina. Akson-akson dari retina saraf bertemu pada dasar mata dan berjalan melalui tangkai optik. Tangkai optik ini kemudian disebut saraf optik (Gilbert, 1985). Plakoda lensa tumbuh terus, kemudian berinvaginasi dan melepaskan diri dari ektoderem kepala membentuk lensa mata.

3. Differensiasi retina saraf
Retina saraf berkembang menjadi lapisan yang disusun atas beberapa tipe sel saraf yang berbeda, yaitu sel-sel yang peka terhadap cahaya dan warna, badan-badan sel dari akson saraf optik, dan neuron-neuron bipolar yang mentransmisikan stimulus elektrik dari sel-sel sensoris ke badan sel saraf optik. Selain itu sejumlah sel-sel yang berperan dalam memelihara integritas retina.
Pada stadium awal perkembangan retina, pembelahan sel terutama berlangsung pada tepi cawan optik (berlawanan dengan pembelahan sel-sel tabung saraf). Pembelahan berlangsung pada permukaan luar lapisan saraf sambil bermigrasi menuju daerah yang lebih dalam dari cawan optik dan akhirnya cawan optik terisi dengan sel- sel neuroblast. Differensiasi neuroblas dimulai pada bagian lapisan paling dalam dari retina. Hasil differensiasi berupa terbentuknya, sel-sel ganglion dari saraf mata, sel-sel saraf bipolar dan apparatus sensori berupa sel batang dan kerucut (Gilbert, 1985).

Akson-akson sel-sel ganglion membentuk saraf optik. Sementara itu dendruit-dendrit dari saraf tersebut bergabung dengan neuroblast dari lapisan dalam nuklei, menyebabkan mereka berdifferensiasi menjadi neuron bipolar retina. Lapisan nuklei luar yang mengandung nuklei dari neuron fotoresptik berdifferensiasi belakangan. Akson-akson sel-sel fotoreseptor tersebut bersinapsis dengan dendrit-dendrit neuron bipolar.
Pada saat mereka berdifferensiasi, badan-badan sel dari neuron luar berdifferensiasi membentuk juluran-juluran sitoplasma yang mengandung beberapa organel terspealisasi yang memperpanjang tunas dan mengatur ukuran bentuk daerah fotoreaktif. Membran sel tersebut melipat dengan sendirinya membentuk kantung- kantung yang berisi pigmen-pigmen fotoreseptif. cahaya menginduksi pigmen ini untuk melangsungkan perubahan-perubahan kimia yang menghasilkan pelepasan elektron dan inpuls eletrik yang dihasilkan dan ditransmisikan ke otak melalui saraf mata.

4. Differensiasi lensa dan kornea
Selama berlangsungnya perkembangan lensa, plakoda lensa menyentuh ektoderem yang ada di atasnya. Plakoda lensa kemudian menginduksi ektoderem di atasnya membentuk kornea yang transparan. Differensiasi dari jaringan lensa menjadi suatu membran transparan yang mampu mengarahkan cahaya menuju retina meliputi perubahan-perubahan dalam struktur dan bentuk, juga sintesis-sintesis protein spesifik lensa yang disebut crsitallin. Cristallin ini disintesis pada saat perubahan-perubahan bentuk sel terjadi dan menyebabkan vesikula lensa menjadi lensa yang definitif. Sel-sel pada bagian dalam vesikula lensa memanjang, dan dibawah pengaruh saraf retina, menghasilkan serabut-serabut lensa. Pada saat serabut ini terus tumbuh mereka mensisntesis cristallin yang pada akhirnya mengisi sel dan menyebabkan inti sel terdesak. Serabut-serabut yang mensintesis cristallin terus bertumbuh dan pada akhirtnya mengisi ruang vesikula lensa. Sel-sel yang membelah tersebut bergerak ke arah ekuator vesikula dan pada saat melintasi ekuatorial, mereka mulai memanjang. Jadi lensa terdiri atas tiga daerah yaitu zona dari sel-sel yang sedang membelah, daerah ekuatorial dan pemanjangan seluler, dan zona posterior dan pusat dari sel-sel serabut yang mengandung cristallin.
Di bawah pengaruh dari jaringan lenas, ektoderem di atasnya menjadi kolumnar dan berisi dengan granula-granula sekretori. Granula-granula ini bermigrasi ke dasar sel-sel dan mensekresikan stroma primer yang mengandung kurang lebih 20 lapis kolagen tipe pertama dan kedua. Sel-sel endotelium kapiler bermigrasi ke daerah ini dan mensekresikan asam hyaluronat kedalam matriks. Ini menyebabkan matriks bergerak dan merupakan subtrat yang baik untuk migrasi sel-sel mesenkim turunan neural crest. Sel mesenkim mensekresikan kolagen tipe 1 dan enzim-enzim hyaluronidase yang mencerna asam hyaluronat. Hal ini menyebabkan stroma menyusut. Di bawah pengaruh dari tiroksin, stroma primer berkembang menjadi stroma sekunder dengan cara dehidrasi, dan matriks yang kaya akan kolagen dari epitel beserta jaringan mesenkim berkembang menjadi kornea yang transparan (Gilbert, 1985).

Perkembangan kornea. A. Cawan optik menginduksi pembentukan lensa, B, Lensa menginduksi ektoderem di atasnya menjadi epitel selindris sekresi C. Granula-granula yang dihasilkan epitel terinduksi untuk mensekresikan stroma primer yang mengandung kolagen, D. sel-sel endotelium masuk dan mensekresikan asam hyaluronat, menmenyebabkan stroma menggembung, sel-sel mesenkim masuk, E. Sekret dari sel-sel mesenkim menyebabkan stroma menyusut. Dibawah pengaruh tiroksin, stroma akhirnya menjadi kornea (Gilbert, 1985)

Di bawah pengaruh induktif lensa, epitel kornea berdifferensiasi dan mensekresikan stroma primer yang mengandung lapisan kolagen. Sel-sel endotelium kemudian mensekresikan asam hyaluronat ke dalam daerah ini, selanjutnya sel-sel mesenkim dari neural crest masuk. Hyaluronidase yang disekresikan oleh mesenkim atau endotelium mencerna asam hyaluronat, menyebabkan stroma primer menyusut.
Di bawah pengaruh induktif lensa, epitel kornea berdifferensiasi dan mensekresikan stroma primer yang mengandung lapisan kolagen. Sel-sel endotelium kemudian mensekresikan asam hyaluronat ke dalam daerah ini, selanjutnya sel-sel mesenkim dari neural crest masuk. Hyaluronidase yang disekresikan oleh mesenkim atau endotelium mencerna asam hyaluronat, menyebabkan stroma primer menyusut..







DAFTAR PUSTAKA

Carlson, R.M. 1988. Pattens Foundation of Embryology. Mc. Graw Hill Books.
New York.
Gilbert, S.F. 1985. Development Biology. Sinauer Ass. Publ. Sunderland.
Massacussetts.
Oppenheimer, S. B. 1980. Introduction to Embryonic Development.Allyn and
Bacon Inc. Boston. London.